26 Agustus 2025

PT Pelindo Alih Fungsikan Tempat Jadi Warung Pujasera dan Kios, Uangnya Tak Tau Kemana

TEMBILAHAN GentaRiau.com: Tindakan PT Pelindo I Cabang Tembilahan yang mengalih fungsikan tempat menjadi tempat pujasera dan kios di wilayah Pelabuhan Tembilahan, kini menjadi sorotan public. Hal itu ditambah lagi polemik mengenai tarif parkir yang ditetapkan tidak mempertimbangkan kondisi masyarakat dan kebijakan dengan Pemerintah Daerah.

Penetapan sewa tempat yang berubah menjadi warung dan kios di kawasan Pelabuhan Tembilahan itu harganya cukup lumayan. PT Pelindo Tembilahan, selaku pengelola pelabuhan, diduga memberlakukan pungutan yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Inhil Nomor 28 Tahun 2010.

Selain sorotan juga mengarah pada aktivitas penyewaan tempat di kawasan pelabuhan untuk warung Pujasera dan kios yang harganya cukup lumayan itu yang hasilnya tidak dapat dijelaskan peruntukannya dan pemasukan buat negara. Informasi dari lapangan menyebutkan bahwa tarif sewa kios berkisar antara Rp1 juta hingga Rp2 juta per bulan, tergantung lokasi dan ukuran.

Menurut pantauan, ada lebih dari 30 pedagang yang menyewa sebagai tempat usaha di lokasi Pelabuhan tersebut. Diperkirakan, penghasilan dari penyewaan itu mencapai angka Rp 36 juta per bulan dan setahunnya bisa mencapai Rp 432 juta. Padahal penyewaan tepat tersebut ditaksir sudah berjalan belasan bahkan puluhan tahun, namun pemasukan buat negara tidak jelas.

Masyarakat pengguna jasa pelabuhan mengeluhkan adanya pungutan parkir kendaraan roda dua sebesar Rp3.000, sekali masuk yang tercantum dalam karcis atas nama Koperasi Pelindo. Padahal, sesuai ketentuan Perda tersebut, tarif resmi untuk kendaraan roda dua hanya Rp1.000, dan untuk roda empat Rp2.000.

Pihak manajemen PT Pelindo Tembilahan dalam klarifikasinya pada 5 Agustus 2025 menjelaskan bahwa pungutan tersebut bukanlah tarif parkir umum, melainkan “pas kendaraan”, sebagai bagian dari sistem pelayanan jasa kepelabuhanan. Kebijakan ini, menurut mereka, merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan RI No. PM 84 Tahun 2018.

“Pas kendaraan adalah biaya resmi yang dikenakan kepada kendaraan yang masuk ke kawasan pelabuhan. Ini bukan tarif parkir biasa,” jelas Manajer PT Pelindo Tembilahan.

Lebih lanjut, kebijakan tersebut disebut berdasarkan Surat Edaran GM Pelindo Tembilahan No. US.11/1/II/TBH-21 tertanggal 24 Februari 2021, serta telah disetujui oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tembilahan, di bawah Kementerian Perhubungan.

Namun, status hukum koperasi mitra tersebut masih belum sepenuhnya jelas di mata publik. Belum ada publikasi resmi yang menjelaskan dasar kemitraan serta bagaimana mekanisme pengelolaan dan distribusi hasil dari pungutan tersebut.

Kritik juga datang atas minimnya sosialisasi mengenai tarif “pas kendaraan”. Tidak ditemukan papan informasi resmi di area pelabuhan, baik di pintu masuk maupun ruang publik, sehingga menimbulkan pertanyaan terkait transparansi dan akuntabilitas pengelola pelabuhan.

Sejumlah aktivis sosial dan lingkungan menyayangkan lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan aset pelabuhan yang merupakan aset negara. Mereka mendesak agar ada audit independen serta peningkatan transparansi dalam pengelolaan seluruh bentuk pungutan dan retribusi di pelabuhan.

“Jika dibiarkan, ini tidak hanya merugikan pengguna jasa, tapi juga masyarakat Inhil secara luas. Sudah saatnya pengelolaan aset pelabuhan diaudit dan dibuka ke publik,” ujar salah satu aktivis yang enggan disebutkan namanya.

Keluhan masyarakat juga muncul terkait tarif penggunaan fasilitas umum, seperti toilet yang dikenakan biaya Rp2.000 hingga Rp5.000. Warga mempertanyakan besaran tarif ini, yang dinilai tidak sebanding dengan pelayanan dan turut dibebankan karena mahalnya sewa kios.

“Sewa mahal, tarif toilet pun ikut mahal. Semua dibebankan ke masyarakat. Apa tidak ada pertimbangan sosial?” keluh salah satu pengguna pelabuhan.

Polemik ini menjadi cerminan perlunya penataan ulang tata kelola kawasan pelabuhan, terlebih jika benar wacana mengalihkan fungsinya menjadi Pujasera Pelindo guna meningkatkan daya tarik kawasan.

Seiring meningkatnya tekanan publik, sejumlah pihak menilai bahwa PT Pelindo sebagai pengelola kawasan yang merupakan aset negara, perlu lebih terbuka kepada publik. Segala bentuk pungutan harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. (Rel)*