26 Agustus 2025

Dituduh Mencuri, Agus Merasa Dizalimi dan Dikriminalisasi PT IJA. [] Hukum dan Keadilan Seperti Buta Untuk Orang Lemah dan Miskin

TEMBILAHAN GentaRiau.com: Kisah sedih Agus bin Kadri, salah seorang terpidana yang dituduh mencuri sawit dilahan penguasaannya sendiri, yang kini mendekam di Lapas Kelas IIA Tembilahan, kini hanya bisa termangu dan menangis. Saat ditemui di Lapas Kelas Tembilahan, kepada sejumlah wartawan yang menjenguknya ia menceritakan bagaimana pihak PT Indogreen Jaya Abadi (PT. IJA) sebuah perusahaan Company Group Sinar Mas, yang berkuasa dan banyak uang itu menjebak dan bersiasat memenjarakannya dengan memperalat aparat penegak hukum untuk menangkapnya.

Kepada sejumlah wartawan yang menemuinya Agus dengan suara agak serak dan terbata-bata memulai ceritanya. Setelah beberapa saat bercerita, mata lelaki 60 tahun ini terlihat mulai berkaca-kaaca yang pada akhirnya air matanya tak terbendung dan ia pun menangis. Betapa tidak, sebagai petani miskin yang hanya bermodalkan tanah lahan yang tak dapat lagi ditanami itu karena sudah dikuasai oleh perusahaan bernama PT IJA, ia tak tau lagi harus bagaimana. Berbagai upaya untuk berunding dan mau bermusyawarah dengan pihak PT.IJA tentang lahan yang dikuasai mereka itu Agus tak berdaya karena tidak memiliki akses untuk bisa bertemu.

Ketika lahan yang dalam penguasaannya itu dulu mulai ditanami oleh pihak perusahaan PT IJA dengan tanaman sawit, iapun tak mampu melarang dan mencegahnya karena memang tak dihiraukan pihak perusahaan yang merasa tanah itu sudah dibeli oleh perusahaan, sementara Agus merasa tidak pernah menjualnya dan itu dibuktikannya dengan surat tanah asal yang masih ia pegang sampai saat ini.

Lelaki tua ini pada akhirnya merasa tak berdaya lagi dan tak tau lagi harus mengadu kemana karena selain kondisi ekonominya yang sulit ia juga mengaku tidak paham bagaimana memperjuangkan hak nya tersebut secara hukum.

‘’Saya tak tau lagi bagaimana tentang kebenaran ini pak. Saya yang masih memegang surat tanah kemudian ditanami sawit oleh perusahaan, kemudian saya mencoba memanennya sekali, akhirnya saya kok dituduh mencuri dan ditangkap. Padahal tanah itu surat tanahnya ada pada saya, dan saya merasa belum pernah menjaulnya kepada siapapun,’’ ujar Agus yang pandangan matanya terkadang terlihat kosong jauh seperti melamun.

Lelaki dua anak ini juga merasa sedih mengenang anak dan istrinya di luar karena istrinya yang ditinggal tak dapat bekerja sebagai ibu rumah tangga, kemudian hanya mampu menyewa rumah yang sangat murah dengan kondisi rumah yang hampir tak layak untuk dihuni, merupakan beban pikiran bagi Agus. Ia tak tau bagaimana istri bersama anaknya itu bisa bertahan hidup dan mencari nafkah untuk sekedar bisa makan dan hidup sehari-hari. Sementara keluarga yang lain diakui Agus juga dalam kondisi yang juga tak dapat membantu secara ekonomi.

Kepada siapun Agus berharap ada yang mau membantu dirinya karena ia tak tau lagi mau kemana bisa mengadu untuk mencari keadilan dan kebenaran atas sengketa lahan yang kini masih dikuasai oleh perusahaan PT. IJA yang sampai saat ini tidak mau berunding dan menyelesaikan sengketa lahan tersebut dengan dirinya.

Lahan seluas 300 x 300 meter persegi yang maih atas nama Nahar itu, yang surat dasar kepemilikan tanahnya ada pada dirinya, kini sudah ditanami pihak PT.IJA dengan tanaman sawit yang bahkan sawit tersebut kini sudah berbuah. Nahar, adalah termasuk keluarga Agus yang sebelum meninggal dunia menyerahkan tanah berikut surat tanah tersebut untuk dipelihara dan digarap oleh Agus. Apalagi istri Nahar juga sudah meninggal dunia, dan hanya ada anak-anaknya dua orang yang tidak tau dan tidak mengerti soal lahan itu.

Berbekal surat tanah dasar kepemilikan lahan yang diberi Nahar itu, dimana di lahan itu kini sudah ditanami sawit oleh pihak PT.IJA, Agus yang mengaku tidak punya uang dan sulit ekonomi, akhirnya berfikir bahwa karena tanah tersebut diyakininya bukan milik perusahaan secara sah, akan tetapi ditanami sawit juga, maka buah sawit itu ia coba sekali untuk diambilnya untuk dijual untuk kebutuhan hidupnya yang susah saat ini, dengan alasan dirinya punya hak atas sawit yang berada di lahan yang dikuasai PT.IJA tersebut.

Oleh karenanya, sekitar tanggal 25 April 2025 Agus bersama empat orang lainnya yang sengaja ia ajak untuk memanen sawit itu dengan imbalan upah jika sudah dapat dijual, berangkat bersama-sama ke lokasi lahan yang ditanami pihak PT.IJA yang berlokasi di Desa Sungai Bela Kecamatan Kuindra Kabupaten Indragiri Hilir.

Sesampai di tempat lokasi, Agus tidak serta merta langsung memanen sawit tersebut. Ia terlebih dahulu menyampaikan niatnya itu dengan menyampaikan pemeritahuan secara resmi tertulis yakni melalui surat kepada pihak manajemen PT.IJA dan juga ke aparat kepolisian setempat yakni ke kantor Polsek Kecamatan Kuindra. Hal itu dibuktikan dengan surat yang penerimaannya ditanda tangani pihak manajemen PT.IJA dan juga dari kepolisian setempat.

Setelah itu, dengan tidak ragu lagi karena sudah memberi tahu, Agus bersama 4 orang lainnya berangkat ke lokasi lahan dan memulai menebas dan membersihkan semak di sekitar lahannya tersebut. Sesudah itu ia dan empat orang lainnya itu baru memulai memanen sawit dan mulai terkumpul dan dionggokkan di beberapa tempat yang jumlahnya masih belum banyak itu.

Lelaki tua ini yakin akan dirinya bahwa ia tidak dalam posisi mencuri saat itu, karena selain ada surat tanah yang dia pegang, juga ia sudah memberitahukan hal itu kepada pihak peruahaan bahkan kepada aparat kepolisian setempat. Namun asyik-asyik memanen sawit, Agus siang itu akhirnya dihampiri seorang security perusahaan PT.IJA. Sang security mengatakan, ‘’Pak jagan dulu dipanen sawit itu, pihak manajemen ingin bertemu bapak dulu di kantor. Kita ke kantor dulu pak,’’ ujar Agus menirukan kata sang securuity. Agus merasa, ini sepertinya adalah kesempatan bagi dirinya untuk bisa berunding dan negosiasi soal lahan miliknya itu dengan pihak manajemen perusahaan yang telah menguasai lahannya tersebut.

Agus bersama empat yang lainnya itu pun dengan tenang tanpa ragu sedikitpun mulai berhenti memanen dan beranjak untuk bergerak menuju kantor perusahaan PT.IJA yang jaraknya tak begitu jauh dari lokasi bersama sang security. Sesampainya di kantor PT.IJA, Agus dan empat orang lainnya sempat menunggu lama, karena dari siang hingga sore bahkan mau masuk malam hari lewat magrib, pihak manajemen yang dimaksud tak kunjung datang menemuinya. Tapi karena berharap ingin dipertemukan dengan pihak manajemen, yang dalam pikiran Agus akan ada perundingan dan itu harapan baginya, maka Agus sabar menungunya dan bertahan berjam-jam lamanya hingga masuk malam hari.

Akan tetapi, ibarat pepatah bilang, untung tak dapat diraih, malang tak dapat dielak, Agus yang sebenarnya diajak bertemu pihak manajemen perusahaan untuk berunding itu bukannya pihak manajemen yang datang menemuinya, alih-alih malam itu malah pihak aparat kepolisian yang datang yang diduga suruhan pihak perusahaan untuk menangkap Agus dan empat orang lainnya tersebut.

Agus-pun bukan main terperanjat dan sangat heran bahwa diri nya kok bisa jadi ditanggap seperti itu. Ending menunggu yang tak jelas itu dapat diduga adalah jerat dan perangkap pihak manajemen PT.IJA yang memperalat aparat penegak hukum yang tak tau ada peristiwa pencurian, yang sengaja diundang dan diperalat untuk mau menagkap Agus sebagai tuduhan mencuri. Ia yang sudah tua akhirnya memang tak dapat melawan lagi, begitu juga dengan tiga orang lainnya, sementara sartu orang lagi yang diketahui ternyata adalah anak Agus yang masih muda dapat melarikan diri dan tidak berhasil ditangkap.

Anehnya, kata Agus, penangkapan terhadap dirinya tidak disertai dengan bukti surat penangkapan. Pihak polisi yang menangkapnya mengatakan kepada dirinya bahwa dia hanya diamankan dulu tidak sebagai tersangka. Agus mengaku awalnya hanya diperiksa aparat kepolisian Polres Inhil sebagai saksi saja, akan tetapi entah bagaimana baru ditetapkan sebagai tersangka. Aneh juga memang, kalau benar begitu. Proses penegakan hukum seperti ini memang patut dipertanyakan. (G/a)*