8 Juli 2025

Warga Desa Pancur Keluhkan Kebijakan Sepihak Kepala Parit Raja Tua

KERITANG, GentaRiau – Sejumlah warga Desa Pancur, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, mengeluhkan kebijakan sepihak yang diterapkan oleh Kepala Parit Raja Tua, M. Tang. Berdasarkan penelusuran dan informasi dari masyarakat, kebijakan yang diberlakukan di wilayah Parit Situlu Harapan Baru ini dinilai merugikan serta menciptakan keresahan.

Warga menyebut, M. Tang membuat aturan tanpa melalui musyawarah atau kompromi bersama masyarakat. Aturan tersebut di antaranya mewajibkan gotong royong setiap hari Rabu. Siapa pun yang tidak hadir dikenakan sanksi denda sebesar Rp300.000, yang kemudian langsung dipotong dari hasil panen sawit para petani.

“Seharusnya musyawarah dulu. Masyarakat ingin tahu uang denda itu dikemanakan, untuk apa, dan siapa yang mengelola. Ini tidak ada kejelasan,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Kebijakan yang dinilai otoriter ini bahkan menyerupai gaya kepemimpinan zaman orde baru. Tak hanya itu, hasil panen sawit milik masyarakat juga diwajibkan untuk dijual kepada kepala parit dengan harga rendah dan tidak sesuai harga pasar. Warga tidak diperbolehkan menjual ke penampung lain, termasuk buah sawit berondolan.

“Kalau dijual ke luar, harga berondol bisa lebih tinggi. Tapi kami dilarang. Bahkan, banyak kecurangan terjadi dalam timbangan buah sawit,” tambah warga lainnya.

Terkait perawatan jalur parit, warga sebenarnya mendukung kewajiban membersihkan dan menaikkan lumpur di parit masing-masing. Namun, permasalahan timbul saat ada denda Rp10.000 per meter jika dianggap tidak bersih. Parahnya, jika parit berbatasan dengan lahan orang lain, denda bisa dua kali lipat—sebagian untuk membayar pekerja, sebagian lagi diduga masuk ke kantong pribadi kepala parit.

“Mulai dari penentuan harga TBS (Tandan Buah Segar), berondol, hingga aturan kebersihan parit semua ditentukan oleh kepala parit. Seolah-olah semuanya milik pribadinya,” ujar warga dengan nada kesal.

Di lokasi, bahkan terpampang plang yang menyatakan ancaman sanksi kepada pemilik kebun yang tidak membersihkan jalan dan parit: “Pemberitahuan kepada seluruh masyarakat yang ada kebun di Parit Raja Tua diharapkan segera membersihkan rumput di jalan dan parit. Kalau tidak, dikenakan sanksi Rp10 ribu per meter – (Tim Akan Bekerja).”

Warga berharap Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir melalui instansi terkait segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Mereka meminta agar semua aturan disusun secara musyawarah dan berdasarkan hukum yang berlaku.

“Kalau dibiarkan, bisa-bisa masyarakat mengambil tindakan sendiri. Jangan sampai ada gejolak sosial. Negara ini kan berdasarkan hukum, bukan aturan sepihak,” tegas seorang tokoh masyarakat setempat.

Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan pemerintah daerah terhadap praktik-praktik kepemimpinan di tingkat bawah agar tidak merugikan rakyat kecil, khususnya para petani sawit yang hanya mengandalkan hasil kebun untuk hidup.* (G/Tim)